Bulan Mei 1919 akibat pemogokan-pemogokan petani yang dipimpinnya, Misbach dan para pemimpin pergerakan lainnya di Surakarta ditangkap. Pada 16 Mei 1920, ia kembali ditangkap dan dipenjarakan di Pekalongan selama 2 tahun 3 bulan. Pada 22 Agustus 1922 dia kembali ke rumahnya di Kauman, Surakarta. Maret 1923, ia sudah muncul sebagai propagandis PKI/SI Merah dan berbicara tentang keselarasan antara paham Komunis dan Islam. Pada tanggal 20 Oktober 1923, Misbach kembali dijebloskan ke penjara dengan tuduhan terlibat dalam aksi-aksi revolusioner yaitu pembakaran bangsal, penggulingan kereta api, pemboman dan lain-lain. Bulan Juli 1924 ia ditangkap dan dibuang ke Manokwari dengan tuduhan mendalangi pemogokan-pemogokan dan teror-teror/sabotase di Surakarta dan sekitarnya. Walaupun bukan yang pertama diasingkan tapi ia-lah orang yang pertama yang sesungguhnya berangkat ke tanah pengasingan di kawasan Hindia sendiri.
Terkait dengan "teror-teror" yang terjadi di Jawa tersebut, Misbach tetap dipercaya sebagai otaknya. Dia ditangkap. Dalam pengusutan sejumlah fakta memberatkannya meskipun belakangan para saksi mengaku memberi kesaksian palsu karena iming-iming bayaran dari Hardjosumarto, orang yang "ditangkap" bersamanya. Hardjosumarto sendiri juga mengaku menyebarkan pamflet bergambar palu, arit, dan tengkorak, membakar bangsal sekatenan, dan mengebom Mangkunegaran. Namun Misbach tetap tidak dibebaskan. Dia dibuang ke Manokwari, Papua, beserta dengan istri dan tiga anaknya. Ternyata pembuangan tidak membuatnya berhenti bergerak, dia masih sempat mendirikan Sarekat Rakyat cabang Manokwari, yang anggotannya tidak pernah lebih dari 20 karena gangguan Polisi Belanda. Selain itu, dia juga menyusun artikel berseri "Islamisme dan Komunisme". Medan Moeslimin kemudian memuat artikel tersebut,
"…agama berdasarkan sama rata sama rasa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa hak persamaan untuk segenap manusia dalam dunia tentang pergaulan hidup, tinggi dan hinanya manusia hanya tergantung atas budi kemanusiaannya. Budi terbagi tiga bagian: budi kemanusiaan, budi binatang, budi setan. Budi kemanusiaan dasarnya mempunyai perasaan keselamatan umum; budi binatang hanya mengejar keselamatan dan kesenangan diri sendiri; dan budi setan yang selalu berbuat kerusakan dan keselamatan umum."
Ditengah
ganasnya alam di tempat pembuangannya, dia terserang malaria dan
meninggal di pada 24 Mei 1926 dan dimakamkan di kuburan Penindi,
Manokwari, di samping kuburan istrinya. Tjipto Mangunkusuma dalam surat
kabar Panggoegah, 12 Mei 1919 melukiskan keberanian Misbach dalam
melawan kolonialisme Belanda sebagai "seorang ksatria sejati" yang
mengorbankan seluruh hidupnya untuk pergerakan.
0 komentar:
Post a Comment