Kedatangan Kolonial dinusantara pada tingkat pertama adalah hendak berdagang dengan mendapatkan keuntungan. Didorong oleh perkembangan kekuatan-kekuatan produksi kapitalisme yang luas dan deras menuntut wilayah yang luas, padat/kompak secara politik, sehingga dibutuhkan tempat berpijak untuk berdagang agar dapat memberbesar dan melakukan stabilisasi, dengan melakukan tindakan penguasaan yang akhirnya berbentuk penjajahan.
Dalam tahun 1900an, Stabilisasi perekonomian Kolonial yang
semakin terkonsentrasi dinusantara, membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan
perluasan kelas pegawai pemerintah seiring dengan meluasnya penetrasi ekonomi
kolonial Belanda ditahun 1900-1940an.
Pendidikan selama masa kolonialisme belanda terjadi dalam
dua periode besar, yaitu masa VOC dan masa pemerintahan hindia belanda (Nederlands
indie). Pendidikan dinusantara pada fase VOC , tidak lepas dari kepentingan
komersialisasi VOC sebagai kongsi dagang. Pembangunan pendidikanpun hanya
diarahkan pada penciptaan tenaga kerja terampil dikalangan kaum bumi putra
dengan upah yang sangat rendah, untuk dipekerjakan pada perusahaan-perusahaan
dagang VOC.
Secara beriringan, penjajahan kolonialisme semakin
menyengsarakan kaum bumi putra. Sehingga, perkembangan pendidikan dimasa ini
tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Kecuali usaha menyebarkan agama
mereka (Kolonialisme) dibeberapa pulau dibagian timur Indonesia.
Setelah VOC mengalami keruntuhan
pada tahun 1816, pendidikan masa VOC
tidak mengalami perkembangan dan berkecenderungan gagal, maka dimasa pemerintan
yang baru dengan ide-idenya yang beraliran Aufklarung yang berkeyakinan bahwa
pendidikan dapat dijadikan alat untuk mencapai ekonomi sosial. Pada 1808,
Deandels memerintahkan kepada bupati-bupati dijawa mendirikan sekolah atas
usaha dan biaya sendiri. Sekolah pertama di Indonesia dididirikan pada tahun
1818 (ELS; Europeesche Lagere School),
yang peruntukan pendiriannya untuk anak-anak Belanda.
Pada tahun 1819-1823, Gubernur
Jendral Belanda Van der Capellen menganjurkan pendidikan rakyat untuk
menyediakan sekolah bagi penduduk untuk membaca dan menulis, tetapi usaha ini
tidak berhasil akibat terjadinya penghematan karena adanya kesulitan keuangan
yang dihadapi Belanda sebagai akibat perang dipenegoro (1825-1830) serta
peperangan Belanda-Belgia (1830-1839) yang mahal dan memakan banyak korban.
Kesulitan keuangan ini menyebabkan
raja belanda untuk meninggalkan prinsip-prinsip liberal dan menerima rencana
yang dianjurkan Van den Bosch, bekas Gubernur di Guyana, jajahan Belanda di
Amerika selatan, memanfaatkan pekerjaan budak menjadi dasar eksploitasi
Kolonial. Ia membawa ide penggunaan kerja paksa(rodi) sebagai cara yang ampuh
untuk memperoleh cara usaha maksimal, yang kemudian terkenal dengan cultuur
stelsel atau tanam paksa yang memaksa penduduk untuk menghasilkan tanaman yang diperlukan
dipasaran Eropa.
Van den Bosch mengerti, bahwa untuk
memperbaiki stesel pembangunan ekonomi bagi belanda dibutuhkan tenaga-tenaga
ahli yang banyak. Setelah tahun 1848 dikeluarkan peraturan-peraturan yang
menunjukan pemerintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas
pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan diparlemen Belanda dan
mencerminkan sikap Liberal yang lebih menguntungkan tehadap rakyat Indonesia.
Terbongkarnya penyalahgunaan system tanam paksa merupakan factor dalam
perubahan pandangan. Peraturan pemerintah tahun 1854 mengimtruksikan Gubernur
Jendral untuk mendirikan sekolah dalam tiap kabupaten bagi pendidikan anak
pribumi. Peraturan tahun 1863 mewajibkan Gubernur Jendral untuk mengusahakan
terciptanya situasi yang memungkinkan penduduk bumi putera pada umumnya
menikmati pendidikan.
Sistem tanam paksa dihapuskan tehun
1870 dan digantikan dengan undang-undang Agraria 1870. Pada tahun itu di
Indonesia timbul masalah baru dengan adanya undang-undang Agraria dari De Waal,
yang memberi kebebasan pada pengusaha-pengusaha pertanian partikelir.
Usaha-usaha perekonomian makin maju, masyarakat lebih banyak lagi
membutuhkan pegawai. Sekolah-sekolah yang ada dianggap belum cukup memenuhi
kebutuhan. Itulah sebabnya maka usaha mencetak calon-calon pegawai makin
dipergiat lagi. Kini tugas departemen adalah memelihara sekolah-sekolah yang
ada dengan lebih baik dan mempergiat usaha-usaha perluasan sekolah-sekolah
baru.
Pada tahun 1893 timbullah differensiasi pengajaran bumi putera. Hal ini disebabkan:
Pada tahun 1893 timbullah differensiasi pengajaran bumi putera. Hal ini disebabkan:
- Hasil sekolah-sekolah bumi putra kurang memuaskan pemerintah kolonial. Hal ini terutama sekali desebabkan karena isi rencana pelaksanaannya terlalu padat.
- Dikalangan pemerintah mulai timbul perhatian pada rakyat jelata. Mereka insyaf bahwa yang harus mendapat pengajaran itu bukan hanya lapisan atas saja.
- Adanya kenyataan bahwa masyarakat Indonesia mempunyai kedua kebutuhan dilapangan pendidikan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah.
Sebelumnya: Pendidikan Pra-Kolonialime
Selanjutnya: Pendidikan Kolonialisme Belanda (2)
0 komentar:
Post a Comment